Rabu, 08 Juli 2009

BAYI TABUNG

Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian dari bayi tabung
2. Memahami fertilisasi Invitro, Inseminasi Artifisial & Pengontrolan Reproduksi
3. Memahami UU Kes. Pasal 16 no 23 th 1992
4. Mengetahui sudut pandang bayi tabung dari hukum perdata di Indonesia dan juga bagaimana fatwa MUI menanggapi kasus bayi tabung.
5. Mamahami tentang hubungan fertilisasi invitro, inseminasi artificial dan pengontrolan reproduksi.
6. Memahami tentang hukum rekayasa genetika dan teknologi reproduksi buatan menurut UU. Kesehatan pasal 16 no.23 tahun 1992.

1. Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

2. Fertilisasi In Vitro, Inseminasi Artifisial dan Pengontrolan Reproduksi

Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial, merupakan dua dari berbagai metode baru yang digunakan untuk mengontrol reproduksi. Menurut Olshanky, kedua metode ini memberikan harapan bagi pasangan infertil untuk mendapatkan keturunan (Mc Closkey,1990).
Fertilisasi in vitro merupakan metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat by pass pada tuba falopi wanita. Tindakan ini dilakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan beberapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil melalui prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakkan sel telur dalam tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau dari donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses pembelahan sel sampai menjadi embrio, kemudian embrio ini dipindahkan ke dalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Inseminasi artifisial merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma seorang pria yang kemudian dimasukkan ke dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi. Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artifisial adalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma di cuci dengan cairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukkan ke dalam uterus wanita.
Berbagai masalah etika muncul berkaitan dengan teknologi tersebut. Masalah ini tidak saja dimiliki oleh para pasangan infertil, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat. Berbagai pertanyaan diajukan apa sebenarnya hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup manusia? Hakikat keluarga? Apakah pendonor sel telur atau sperma bisa dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaimana bila teknologi dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual?
Pendapat yang diajukan oleh para ahli cukup bervariasi. Pihak yang memberikan dukungan menyatakan bahwa teknologi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberikan harapan atau membantu pasangan infertil untuk mempunyai keturunan. Pihak yang menolak menyatakan bahwa tindakan ini tidak dibenarkan, terutama bila telur atau sprema berasal dari donor. Beberapa gerakan wanita menyatakan bahwa tindakan fertilisasi in vitro maupun inseminasi memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya wanita kalangan atas yang mendapatkan teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi. Dalam praktik ini sering pula hak para wanita untuk “memilih” dilanggar (Olshanky, 1990).
Teknologi ini memang merupakan masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan wanita, tetapi cukup memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk mengantisipasinya diperlukan aturan atau undang-undang yang jelas. Perawat mempunyai peran penting, terutama memberikan konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan tindakan tersebut.
Penelitian keperawatan yang berkaitan dengan fertilisasi in vitro dan inseminasi artifisial menurut Olshansky (1990) meliputi aspek manusiawi penggunaan teknologi, respons manusia terhadap teknologi canggih, konsekuensi tidak menerima teknologi, pengalaman wanita yang berhasil hamil atas bantuan teknologi, dan aspek terapeutik praktik keperawatan pada orang yang memilih untuk menggunakan teknologi tersebut.

Bayi Tabung Lebih Pintar?
Penelitian pertama terhadap anak-anak usia delapan tahun dari hasil pembuahan melalui metode intracytoplasmic sperm injection (ICSI) atau bayi tabung menunjukkan bahwa mereka rata-rata memiliki tingkat intelegensi yang lebih baik daripada anak-anak hasil reproduksi normal. Hal tersebut menolak anggapan bahwa teknik tersebut tidak seaman metode in vitro vertilization (IVF) standar yang biasa dipakai untuk menghasilkan bayi tabung.
ICSI dilakukan dengan menyuntikkan sperma secara langsung ke dalam sel telur, berbeda dengan IVF standar yang hanya meletakkan sperma sedekat mungkin dengan sel telur, tanpa disuntikkan, agar dapat melakukan pembuahan secara alami.
Beberapa penelitian pendahuluan yang dilakukan sejak 1998 melaporkan bahwa anak-anak hasil bayi tabung/ICSI usia satu tahun terlambat berkembang dibandingkan anak-anak yang normal. Sehingga keamanan teknik tersebut sempat diragukan. Tapi, penelitian yang lebih lama terhadap anak usia lima tahun, tidak ditemukan perbedaan tingkat perkembangan yang signifikan.
Baru-baru ini, tim yang dipimpin Lize Leunens dari Free University of Brussels (VUB) di Belgia membandingkan antara tingkat intelegensi dan kemampuan motorik terhadap 151 anak hasil bayi tabung usia delapan tahun dengan 153 anak hasil pembuahan normal.
Hasilnya, tidak ada perbedaan dalam kemampuan motorik dan anak-anak ICSI memiliki nilai tes intelegensi yang lebih tinggi daripada yang normal. Leunens memaparkan hasil penelitiannya dalam pertemuan tahunan Perkumpulan Reproduksi Manusia dan Embriologi Eropa di Kopenhagen, Denmark, Selasa (21/6). "Kami sangat gembira karena dalam jangka panjang anak-anak hasil bayi tabung tersebut tidak menderita kemunduran dalam perkembangannya," katanya. Dalam penelitian tersebut, tidak ada perbedaan level pendidikan dari ibunya, yang diketahui mempengaruhi tingkat intelegensi seorang anak. Oleh karena itu Leunens berpendapat bahwa alasan yang dapat menerangkan adalah motivasi yang lebih besar dari ibu yang mengandung bayi ICSI. "Ibu yang mengandung bayi ICSI ini mungkin mendedikasikan dirinya secara khusus sebagai orang tua," katanya.
Selain itu, penjelasan yang masuk akal juga disampaikan menanggapi kemunduran tingkat perkembangan pada bayi ICSI yang berusia sangat muda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu bayi ICSI lebih suka membesarkan anaknya di rumah daripada mengirimkan ke playgroup atau berinteraksi dengan orang lain, kondisi yang mungkin menyebabkan kemunduran dalam perkembangan sosial.
Tapi, penelitian ini bukanlah jawaban terakhir. Penelitian lain menunjukkan bahwa penolakan banyak orang tua untuk mengijinkan anaknya diteliti, mungkin agak menurunkan kepercayaan hasil penelitian Leunens. Faktanya, sepertiga orangtua anak-anak ICSI menolak berpartisipasi. Tanpa mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, Leunens menyatakan bahwa hasil penelitian tidak berbeda dengan kondisi yang dipaparkan orang tua melalui wawancara telepon. Ia juga menekankan bahwa penelitiannnya tidak melihat masalah kesehatan yang lain.
Pengalaman Keberhasilan Bayi Tabung - Keluarga Andi
Berikut ini adalah pengalaman keluarga Andi dalam menjalani program bayi tabung yang dikutip dari sebuah website : www.bayitabung.com
“Hai teman2 salam kenal, saya mau sharing mengenai pengalaman bayi tabung kami. Kami sudah ikut bayi tabung 2 kali, yang pertama gagal karena di usia 5 setengah bulan keguguran dan yang kedua dimulai pada bulan September.
Keputusan saya ikut bayi tabung karena udah keliling di banyak dokter dan tidak berhasil, mulai dari akupuntur, pijat, sampai inseminasi. Kita coba insem di beberapa dokter di Indo dan Singapore… gagal semua.
Setelah beberapa dokter akhirnya ada seorang teman yang kasih tahu untuk periksa HSG ternyata saluran telur istri saya satu buntu dan satunya penyempitan, serta ada PCO yang mana telurnya banyak tetapi tidak bisa besar, jadi minum obat baru telor besar.
Akhirnya kita coba bayi tabung di dr Aucky, embrio yang dimasukkan 4 yang berkembang 3 tetapi semua itu hanya berlalu 5 setengah bulan akhirnya keguguran. Setelah itu saya coba ke Singapore untuk bayi tabung lagi. Embrio yang dimasukkan 2 yang jadi 1. Sebelum bayi tabung saya ada konsul di beberapa dokter di Singapore, dan semua dokter saranin untuk masukkan 2 embrio aja karena resiko bayi tabung untuk triplex dan kembar adalah besar untuk keguguran. Jadi saya saranin untuk teman2 yang mau ikut bayi tabung ikut di RS yang embrionya bisa disimpan/dibekukan, jadi kalau gagal tidak usah tunggu sampai lama langsung bisa dimasukkan lagi dan biayanya jauh lebih murah daripada mulai dari suntikan gonal f lagi.
Pada saat suntikan gonal F saya sarankan untuk konsul dokter terus pada saat periksa darah apakah ada kemungkinan hyperstimulasi atau tidak. Istri saya pada saat di dr Aucky disuntik gonal F dan ternyata hyperstimulasi, 2 minggu setelah ET perutnya tiba2 membesar kayak orang hamil 4 bulan. Kita sama sekali tidak tahu kalau itu hyperstimulasi karena tidak pernah ada penjelasan mengenai itu sebelumnya, sangking besarnya sampai istri saya mengalami sesak nafas.
Akhirnya saya bawa ke dr Aucky dan dinyatakan hyperstimulasi, akhirnya harus diinfus albumin yang harganya lumayan mahal sampai kurang lebih 1 minggu baru akhirnya normal. Bayi tabung yang ke 2 ini kami lakukan di singapore di rumah sakit ME dengan dokter Charles Lim embrio yang dimasukkan 2 dan yang jadi 1.
Sekarang ini istri saya sedang hamil 7 bulan. Untuk teman2 yang mau bayi tabung di Charles Lim jangan sungkan sungkan untuk menawar biayanya.
Untuk bayi tabung yang di Singapore pada suntikan yang ke 3 sama dokter Charles Lim sudah dikasih tahu bahwa ada kemungkinan besar hyperstimulasi, yang bisa diketahui dari hasil pemeriksaan darah. Jadi setelah ET istri saya langsung disuruh makan putih telor sebanyak 10 telor setiap harinya. Itupun masih harus dibantu dengan infus albumin tetapi hanya 2 hari dan tidak usah masuk RS hanya infus di klinik saja jadi tidak sampe pada perut yang membesar maupun sesak nafas.
Kalau menurut saya sehabis dimasukkan embrio mending tinggal di RS atau klinik tempat dimasukkannya embrio karena chancenya lebih besar daripada setelah masukkan embrio langsung pulang, dan kalau bisa tahan kencing selama 6 jam. Ya beginilah sekilas pengalaman kami dalam ikut bayi tabung. Semoga sharing ini bisa bermanfaat bagi yang lain.”
Begitulah sekilas pengalaman dari keluarga Andi yang sudah membuktikan dari keberhasilan bayi tabung.
3. UU kesehatan pasal 16 No 23 tahun 1992 :

1. Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan. Penjelasaan. Jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami istri yang syah dan benar-benar tidak tidak dapat memperoleh keturunan secara alami, pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar acara alami sebagai acara terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
2. Upaya kehamilan diluar acara alami sebaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang syah dengan ketentuan
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
Penjelasan . Pelaksanaan upaya kehamilan diluar acara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
3. Ketentuan mengenai persyaratan dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini ialah :
• Sperma harus berasal dari suami sah dari pemilik ovum. Bila sperma berasal dari laki-laki lain, hukumnya sama dengan perziaan.
• Hasil pembuahan tidak boleh ditanam dirahim wanita yang bukan pemilik ovum yang dibuahi tersebut.
• Yang dimaksud keturunan adalah sperma dari suami.A

4. Bayi Tabung Dari Sudut Pandang Hukum Perdata di Indonesia.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut :
 Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. Tulisan ini tidak akan membahas mengenai pro kontra yang ada tetapi akan membahas mengenai aspek hukum perdata yang menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat yang mengikutinya.
5. Permasalahan Hukum Perdata yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :
1. Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
2. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai hak mewaris?
3. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak mewaris?
6. Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
 Jika benihnya berasal dari Suami Istri
Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya. Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya.
Dasar hukum ps. 255 KUHPer. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih.
Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
 Jika salah satu benihnya berasal dari donor
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
 Jika semua benihnya dari donor
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah. Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat
Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (surrogate mother) yang berprofesi sebagai pekerja kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern pada akhir tugasnya memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya, sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi anak tersebut.
Negara Lain
Negara yang memberlakukan hukum islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.
7. Fatwa MUI Tentang Bayi Tabung
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya